Jawaban:
Kedua
pasal tersebut, pasal 145 dan pasal 176, termasuk kedalam pengaturan
mengenai surat-surat berharga yang diatur dalam titel 6 dan titel 7
dari Buku I Kitab-kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Menurut ahli
hukum (Polak, Scheltema) surat berharga itu surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperdagangkan atau dialihkan.
Kedua
pasal di atas mengatur tentang surat wesel dan surat sanggup. Keduanya
termasuk dalam jenis surat berharga yang bersifat atas tunjuk dan atas
pengganti. Perbedaan antar keduanya, diantaranya adalah wesel termasuk
golongan surat "perintah" untuk membayar, sedangkan surat sanggup
merupakan surat kesanggupan bayar atau janji untuk membayar.
KUHD
mengatur beberapa jenis instrumen surat berharga yang bisa
diperdagangkan, bagaimana bentuknya dan karakteristik dari surat
berharga tersebut. Instrumen ini cenderung sederhana agar mudah
dimengerti maupun dialihkan. Untuk memastikan keduanya maka aturan KUHD bersifat "memaksa", alias mengikat bagi surat berharga dengan jenis yang diatur dan diterbitkan berdasarkan aturan dalam KUHD.
Namun, dengan berkembangnya dunia bisnis dan keuangan, jenis surat berharga yang beredar sekarang
tidak terbatas pada yang diatur dalam KUHD. Aturan terhadap surat
berharga ini pun beragam, bergantung pada jenis serta otoritas yang
bersangkutan, misalnya instrumen pasar modal diatur spesifik oleh
BAPEPAM dan otoritas bursa (Bursa Efek Jakarta/Surabaya). Banyak pula
instrumen surat berharga lain yang sifatnya kontraktuil, diterbitkan
berdasarkan pada kesepakatan para pihak dalam bentuk perjanjian
diantara mereka.
Para pihak dapat mengatur sendiri jenis instrumennya, bisa berbeda
dengan KUHD selama tidak menamakan instrumen tersebut wesel, surat
sanggup atau jenis lainnya yang diatur dalam KUHD.
Untuk memahami
lebih lanjut tentang persoalan Surat Berharga ini, kami sarankan untuk
membaca buku Emmy P.Simanjuntak tentang Hukum Dagang Surat-surat
Berharga, atau buku HMN Purwosutjipto tentang Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia Hukum Surat Berharga.
Sepanjang
pengamatan kami, sampai saat ini kedua pasal tersebut masih berlaku.
Berikut teks dari kedua pasal tersebut (dikutip dari KUHD terjemahan R. Subekti)
Pasal 145
Penarik, seorang endosan atau seorang pemberi aval, mereka
itu dengan membubuhkan dan menandatangani di dalam surat wesel akan
sebuah clausule "tanpa biaya", atau "tanpa protes" atau clausule lain
yang sama maksudnya, bisa membebaskan si pemegang dari kewajibannya
membuat protes non akseptasi atau non pembayaran, untuk melaksanakan
hak regresnya.
Clausule
ini tidak membebaskan dia dari kewajibannya mengunjukkan surat wesel
itu dalam tenggang waktu yang ditentukan dan untuk melakukan
pemberitahuan.
Bukti telah dilalaikannya sesuatu tenggang waktu harus diberikan oleh orang yang mengemukakannya, sebagai upaya pembelaan.
Jika clausule itu dibubuhkan oleh penarik, maka inipun mempunyai akibat-akibatnya terhadap sekalian mereka,
yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel; jika clausule itu
dibubuhkan oleh seorang endosan atau pemberi aval, maka clausule ini
hanya mempunyai akibat-akibatnya bagi endosan atau pemberi aval
tersebut. Apabila pemegang, biar penarik telah
membubuhkan clausulenya, masih membuat protesnya, maka segala biaya
protes adalah atas tanggungan dia. Apabila clausule itu berasal dari seorang endosan atau seorang pemberi aval, make segala biaya protes, kalaupun prates ini telah dibuatnya, boleh ditagihkan kepada sekalian mereka, yang tandatangannya terdapat dalam surat-wesel itu.
Pasal 176
Seberapa jauh tidak taksesuai dengan sifat surat sanggup, makaa berlakulah terhadapnya segala ketentuan mengenai surat wesel tentang:
endosemen (pasal 110-119);
hari bayar (pasal 132-136);
hak regres dalam hal non pembayaran (pasal 142-149, 151-153);
pembayaran dengan perantaraan (pasal 154, 158, 162);
turunan surat wesel (pasal 166 dan 167);
surat-wesel yang hilang (pasal 167a);
perubahan (pasal 168);
daluwarsa (pasal 168a dan 169-170);
hari raya, menghitungnya tenggang waktu dan larangan penangguhan hari (pasal 171, 171a, 172 dan 173).
Demikianpun
berlakulah terhadap surat sanggup itu segala ketentuan tentang surat
wesel yang harus dibayar ditempat tinggal seorang ketiga atau ditempat
lain daripada tempat si tertarik mempunyai domisilinya (pasal 103 da
126), tentang clausule bunga (pasal 104), tentang adanya
selisih dalam penyebutan mengenai jumlah uang yang harus dibayar
(pasal 105), tentang akibat-akibat dari penempatan tandatangan dalam
hal tak adanya keadaan-keadaan sebagaimana dimaksud oleh pasal 106,
dari penempatan tandatangan oleh seseorang, yang bertindak dengan
tidak berhak atau yang melampaui batas haknya (pasal 107) dan tentang
surat wesel dalam blanko (pasal 109)
Demikianpun berlakulah juga terhadap surat
sanggup itu segala ketentuan tentang aval (pasal 129-131); apabila
sesuai dengan ketentuan pasal 130 ayat terakhir, aval itu tidak
sebutkan untuk siapa ia diberikannya, maka iapun dianggap diberikan
atas tanggungan penandatangan surat sanggup.
Semoga bermanfaat.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter sumber@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar