Jawaban:
Pelepasan Hak atas Tanah
Pada dasarnya, pelepasan hak atas tanah meliputi
banyak aspek. Seperti, pelepasan hak atas tanah dalam rangka pembaharuan
hak atau perubahan hak, pelepasan hak atas tanah dalam rangka pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, pelepasan hak atas tanah
untuk kepentingan swasta maupun pelepasan hak atas tanah bagi
perusahaan dalam rangka penanaman modal.
Adapun pelepasan hak atas tanah dalam rangka perolehan
tanah bagi orang maupun badan hukum yang hendak mendapatkan tanah
dilakukan dengan pemberian ganti kerugian atas dasar musyawarah dengan
orang yang melepaskan hak tersebut. Namun, pelepasan hak tersebut tidak
secara otomatis menjadikan kedudukan si pemberi ganti kerugian kemudian
menjadi pemegang hak atas tanah. Tanah yang dilepaskan tersebut akan
menjadi tanah negara, dan kemudian diberikan kepada si pemberi ganti
kerugian tersebut.
Dalam praktiknya, masing-masing aspek pelepasan hak atas tanah sebagaimana diuraikan di atas memiliki bentuk (form) Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah (“SPPHT”)
dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Misalnya, apakah harus dibuat
di hadapan dan disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan, atau dibuat
dalam bentuk akta notaris atau juga disaksikan oleh Camat setempat
maupun disaksikan oleh saksi-saksi lain.
SPPHT Tanpa Saksi atau Pejabat yang Berwenang
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, mengenai sah atau
tidaknya SPPHT yang dibuat tanpa saksi atau pejabat yang berwenang, maka
Anda harus mengetahui terlebih dahulu SPPHT tersebut meliputi aspek
dalam bidang apa. Namun secara umum, SPPHT harus dibuat dengan
disaksikan oleh pihak lain, baik itu disaksikan oleh pejabat yang
berwenang, maupun notaris. Apabila tidak memenuhi ketentuan tersebut,
maka berdasarkan Pasal 131 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“Permenag No. 3/1997”), permohonan pendaftaran hapusnya hak atas tanah tidak akan diterima, apabila tidak memenuhi syarat sebagai berikut:
“(3)
Pendaftaran hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun yang disebabkan oleh dilepaskannya hak tersebut oleh pemegangnya
dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan berdasarkan permohonan dari
pihak yang berkepentingan dengan melampirkan:
a. 1) akta notaris yang menyatakan bahwa pemegang yang bersangkutan melepaskan hak tersebut, atau
2) surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang bersangkutan melepaskan hak tersebut yang dibuat di depan dan disaksikan oleh Camat letak tanah yang bersangkutan, atau
3) surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang bersangkutan melepaskan hak tersebut yang dibuat di depan dan disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan.
b.persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan apabila hak tersebut dibebani Hak Tanggungan;
c.sertifikat hak yang bersangkutan;”
Pencantuman Persetujuan Istri/Suami dalam SPPHT
Jika
memang pelepasan hak atas tanah dilakukan oleh salah satu dari pasangan
suami istri, maka pelepasan hak tersebut harus disetujui oleh
pasangannya, kecuali tidak ada persatuan harta terhadap pasangan suami
istri tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 36 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:
“(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai
harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya
untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.”
Demikian jawaban dan penjelasan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2. Peraturan
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter sumber@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar