Senin, 01 Oktober 2012

KONVERSI TANAH GIRIK

KONVERSI TANAH GIRIK

Tanah girik adalah istilah populer dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum di konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha) dan belum didaftarkan atau di sertifikat kan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam2, antara lain: girik, petok D, rincik, ketitir, dll

Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi2 atau dipecah2 menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat apapun yang dapat digunakan untuk menelusui kepemilikannya.
Pensertifikatan tanah girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama kali . Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk TANAH GARAPAN, dalam prakteknya prosesnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mendapatkan surat rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang bersangkutan
2. Pembuatan surat tidak sengketa dari RT/RW/LURAH
3. Dilakukan tinjau lokasi dan pengukuran tanah oleh kantor pertanahan
4. Penerbitan Gambar Situasi baru
5. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas tanah dan bangunan sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi
6. Proses pertimbangan pada panitia A
7. Penerbitan SK Pemilikan tanah (SKPT)
8. Pembayaran Uang pemasukan ke negara (SPS)
9. Penerbitan Sertifikat tanah.
untuk proses pensertifikatan tanah tersebut hanya dapat dilakukan jika pada waktu
pengecekan di kantor kelurahan setempat dan kantor pertanahan terbukti bahwa tanah tersebut memang belum pernah disertifikatkan dan selama proses tersebut tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan (perihal pemilikan tanah tersebut). Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka proses pensertifikatan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai dengan 1 tahun.
Persyaratan:
1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK yang
masih berlaku dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang).
3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu:
a. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Swapraja yang bersangkutan, atau
b. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959, atau
c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk
mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang
disebut didalamnya, atau
d. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10/1961, atau
e. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda
kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya
belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
g. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai
dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau
h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh Pemerintah Daerah, atau
j. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
k. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi
UUPA.
l. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum
berlakunya UUPA.
4. Surat Pernyataan Tdk Dalam Sengketa diketahui Kades/Lurah dan 2 Saksi
dari tetua adat / penduduk setempat.
5. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan.
Biaya dan Waktu:
1. Sesuai PP 46/2002 dan SE Ka. BPN No.600-1900 tanggal 31 Juli 2003
(Diluar biaya pengukuran dan pemetaan untuk Sporadik)
2. Waktu: 90 hari/100 bidang.
3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.
(sumber:http://www.bpn.go.id/layanan/257)

1 komentar:

  1. bagaimana cara nya kita untuk mengetahui progres proses pembuatan sertifikat ini?karena berdasarkan aturan proses nya 6 sampai dengan 12 bulan..trims sulaeman

    BalasHapus