Jawaban:
Peraturan perundang-undangan yang utama mengenai Notaris adalah UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), sedangkan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”).
Notaris
dan PPAT adalah dua profesi yang berbeda dengan kewenangan yang juga
berbeda. Walaupun, dalam keseharian kita banyak temui notaris yang juga
berprofesi sebagai PPAT. Rangkap jabatan profesi notaris dan PPAT memang
dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan (penjelasan selengkapnya
simak artikel Rangkap Jabatan Profesi Hukum). Berikut tabel perbandingan profesi notaris dan PPAT sebagai gambaran umum mengenai kedua profesi tersebut:
|
Notaris
|
PPAT
|
Pengertian
|
Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 1 UUJN)
|
Pejabat
Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun (Pasal 1 angka 1 PP 37/1998)
|
Kewenangan
|
(1) Notaris
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya
itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
(2) Notaris berwenang pula:
a) mengesahkan
tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi);
b) membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking);
c) membuat
kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g) membuat akta risalah lelang.
(3) Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
(lihat Pasal 15 UUJN)
|
(1) PPAT
bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a.Jual beli;
b.Tukar menukar;
c.Hibah;
d.Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e.Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g.Pemberian Hak Tanggungan;
h.Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
(lihat Pasal 2 PP 37/1998)
|
Notaris dan kode etiknya
Setiap Notaris yang diangkat harus mengucapkan sumpah yang salah satu isinya adalah “bahwa
saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat,
dan tanggung jawab saya sebagai Notaris” (Pasal 4 ayat [2] UUJN).
Berarti kode etik profesi Notaris merupakan pedoman sikap dan tingkah
laku jabatan Notaris. Kode Etik Notaris ditetapkan oleh Organisasi
Notaris (Pasal 83 ayat [1] UUJN).
Berdasarkan Pasal 1 Angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan,
Organisasi Notaris satu-satunya yang diakui oleh Pemerintah adalah
Ikatan Notaris Indonesia (“INI”). Kemudian, Kode Etik Notaris yang
berlaku saat ini adalah Kode Etik Notaris berdasarkan Keputusan Kongres
Luar Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung (“Kode Etik Notaris”).
Dalam Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris disebutkan bahwa:
“Kode
Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah
seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris
Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan
Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang
berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota
Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris
pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.”
Kewenangan
pengawasan pelaksanaan dan penindakan kode etik Notaris ada pada Dewan
Kehormatan yang berjenjang mulai dari tingkat daerah, wilayah, dan pusat
(Pasal 1 angka 8 Kode Etik Notaris).
PPAT dan kode etiknya
Kemudian
mengenai PPAT, di dalam ketentuan PP 37/1998 tidak disebut sama sekali
mengenai etika profesi atau kode etik profesi. Akan tetapi, di dalam
peraturan yang lebih lanjut yaitu Pasal 28 ayat (2) huruf c Perka BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disebutkan
bahwa PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh
Kepala Badan (BPN) karena melanggar kode etik profesi. Kode etik profesi
PPAT disusun oleh Organisasi PPAT dan/atau PPAT Sementara dan
ditetapkan oleh Kepala BPN yang berlaku secara nasional (Pasal 69 Perka BPN 1/2006). Organisasi PPAT saat ini adalah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT). Dalam laman resmi IPPAT (ippatonline.com)
dicantumkan Kode Etik Profesi PPAT yang berlaku saat ini yaitu hasil
keputusan Kongres IV IPPAT 31 Agustus – 1 September 2007.
Dalam Pasal 1 angka 2 Kode Etik Profesi PPAT, disebutkan bahwa:
“Kode
Etik PPAT dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh
kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan berdasarkan keputusan
kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi
serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan IPPAT dan
semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT, termasuk di
dalamnya para PPAT Pengganti.”
Kewenangan
pengawasan dan penindakan kode etik PPAT ada pada Majelis Kehormatan
yang terdiri dari Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan Pusat
(Pasal 7 Kode Etik PPAT).
Jadi,
kode etik notaris berbeda dengan kode etik PPAT karena keduanya
mengatur dua profesi yang berbeda, dan dikeluarkan oleh dua organisasi
yang berbeda pula.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter sumber@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar