Rabu, 29 Agustus 2012

Jual Beli Tanah Pura-Pura

Jual Beli Tanah Pura-Pura

Selasa, 08 Juni 2010
Pertanyaan:
Jual Beli Tanah Pura-Pura
Selamat siang Bapak/Ibu di tempat. Pada tahun 2003 Orang Tua saya terdesak uang untuk mengobati saudaranya yang sakit keras terpaksa meminjam uang dari rentenir dengan syarat sertifikat tanah sebagai jaminan dan dikenakan bunga tinggi. Kedua Orang Tua saya menanda tangani Akte Pengikatan Jual Beli dan Akte Kuasa Luas di hadapan Notaris yang ditunjuknya. Setelah berjalan beberapa bulan, terjadi sengketa karena denda-denda yang tidak pernah diperjanjikan dan pihak rentenir tidak mau membuat tanda terima atas penerimaan bunga pinjaman. Atas Gugatan Orang Tua saya Pengadilan malah menyatakan Akte Pengikatan Jual Beli dan Akte Kuasa Luas Sah dan Berkekuatan Hukum. Putusan tersebut telah
berkekuatan Hukum Tetap. Saat ini, pihak rentenir menggugat Orang Tua saya untuk mengosongkan rumah dan menyerahkan tanah dan rumah kami kepadanya dengan alasan kami telah tidak berhak lagi. Perlu saya tambahkan, sampai saat ini belum pernah dibuat Akte Jual Beli (AJB) di hadapan PPAT (sertifikat masih atas nama Orang Tua saya) dan belum ada penyerahan tanah dan bangunan (kami masih tinggal/menguasai tanah dan rumah tersebut). Yang menjadi pertanyaan saya: 1. Menurut Undang-Undang yang berlaku apakah dengan Akte Pengikatan Jual Beli dan Akte Kuasa Luas yang telah dinyatakan Sah dan Berkekuatan Hukum tersebut telah terjadi Jual Beli dan Pengoperan Hak tanah dan rumah? 2. Menurut Undang-Undang yang berlaku apakah tanah dan rumah kami telah menjadi milik rentenir? 3. Menurut Undang-Undang yang berlaku apakah rentenir dijerat pidana kalau bisa tolong Undang-Undang atau Peraturannya (pasal-pasalnya). Atas bantuannya, saya ucapkan banyak terima kasih.

shellyhalim
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4b9a1eb24a495/lt4f82909856ae8.jpg

1.      Akte Pengikatan Jual Beli (APJB) sendiri tidak dengan serta merta memindahkan hak atas tanah. APJB hanya merupakan perjanjian bahwa kedua belah pihak akan melakukan jual beli hak atas tanah. Jual beli tanah baru terjadi dengan dibuatnya Akta Jual Beli Tanah (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini sesuai dengan pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah:
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Dalam APJB, memang biasanya dibuatkan kuasa-kuasa khusus untuk menjual. Akan tetapi, yang dibuat bukan Akta Kuasa Luas sebagaimana Anda sebutkan. Coba cek kembali akta tersebut, apakah yang dimaksudkan adalah surat kuasa umum ataukah surat kuasa mutlak?
Surat kuasa umum tidak boleh dipakai dalam jual beli tanah. Jual beli tanah harus menggunakan surat kuasa khusus. Akan tetapi, surat kuasa khusus tersebut tidak boleh berupa surat kuasa mutlak. Larangan surat kuasa mutlak ini diatur dalam Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.
Kuasa mutlak sendiri adalah kuasa yang di dalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa. Kuasa seperti ini tidak boleh digunakan untuk tindakan hukum pemindahan hak atas tanah.
Jadi, hak milik atas tanah dan bangunan belum beralih dengan adanya APJB dan Akta Kuasa Luas tersebut.
2.      Karena hak milik atas tanah dan bangunan belum beralih, maka rumah dan tanah tersebut masih milik kedua orangtua Anda.
3.      Pengaturan tentang rentenir belum ada hukum pidana kita. Rentenir masih masuk dalam ranah hukum perdata, yaitu mengenai bunga yang terlampau tinggi. Menurut Pheo M. Hutabarat dan Asido M. Panjaitan dalam “The International Comparative Legal Guide To International Arbitration 2006”, bunga yang terlampau tinggi ini diatur dalam Woeker Ordonanntie 1938 (Staatsblad Tahun 1938 No. 524). Dalam ordonansi ini diatur bahwa apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari kedua belah pihak, dari semula terdapat suatu ketidak-seimbangan yang luar biasa, sedangkan satu pihak berbuat karena kebodohan dan keadaan terpaksa, yang telah disalahgunakan oleh pihak-lawannya, maka si berutang dapat meminta kepada hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk membatalkan perjanjiannya.
Demikian sepanjang yang kami tahu. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
  1. Woeker Ordonanntie 1938 (Staatsblad Tahun 1938 No. 524)
  2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
  3. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter sumber@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar